Lawo Lambu | Zawo Zambu

Saya memakai lawo berjenis Mangga, dan lambu yang sudah dimodifikasi.

Pos ini merupakan request dari Pak Martin yang blognya bisa kalian kunjungi di Kaka Vila. Beliau meminta saya menulis tentang pakaian adat/tradisional untuk perempuan di Kabupaten Ende. Karena saya bukan pakarnya, saya menulis berdasarkan pengalaman dan hasil bertanya pada narasumber antara lain Mamatua dan Mamasia.


Baca Juga: Ngetem Singkat di Pasar Nduaria



Sebelumnya, kalian harus tahu bahwa di Kabupaten Ende hidup dua suku besar yaitu Suku Ende dan Suku Lio. Suku Ende umumnya bermukim di daerah pesisir. Kedatangan para pelaut dari daerah luar, seperti pelaut dari Pulau Sulawesi, ke daerah pesisir Ende menyebabkan terjadinya akulturasi budaya (serta agama Islam). Sama halnya dengan Suku Lio yang umumnya bermukim di daerah pegunungan. Akulturasi terjadi dengan kebudayaan (serta agama Katolik) yang dibawa oleh Pastor-Pastor asal Portugis dari Flores bagian Timur (Kota Larantuka). Kedua suku tersebut mempunyai karakteristik yang mirip tapi tidak sama. Ambil contoh dalam hal bahasa. Beberapa suku kata ada yang mirip, ada pula yang berbeda. Contohnya sebagai berikut:

Suku Lio: Lawo
Suku Ende: Zawo
Keduanya berarti sarung (tenun ikat).

Suku Lio: Lambu
Suku Ende: Zambu
Keduanya berarti baju tradisional untuk perempuan Kabupaten Ende.

Suku Lio: Maramai
Suku Ende: Numai
Keduanya berarti kemarin.

Suku Lio: Bugala'e
Suku Ende: Kerepoa
Keduanya berarti pagi-pagi (early morning).

Karena Keluarga Pharmantara tinggal di daerah pusat kota, yang tetangga kanan-kiri tidak semata-mata Orang Ende dari dua suku itu, sehari-hari kami berbicara menggunakan Bahasa Indonesia. Itulah sebabnya terkadang untuk bahasa Ende atau bahasa Lio saya harus bertanya pada Mamatua atau Mamasia. Hehe. Berkaitan dengan judul pos ini, kalian saya anggap sudah tahu: Lawo Lambu | Zawo Zambu. Keduanya sama-sama merujuk pada baju adat tradisional untuk perempuan dari Kabupaten Ende. Untuk seterusnya saya tidak menulis Zawo Zambu, meskipun saya Suku Ende, melainkan Lawo Lambu.

Lawo Lambu merupakan pakaian tradisional untuk perempuan dari Kabupaten Ende. Pakaian adat ini, menurut saya, paling sederhana. Terdiri dari dua benda saja yaitu:

1. Lawo = sarung tenun ikat (berbagai jenis).
2. Lambu = baju tradisional.


Yudith Ngga'a.

Asesoris tambahan antara lain gelang gading, gelang emas, kalung emas, hingga selendang tenun ikat. Suku Ende yang teralkuturasi dengan budaya dan agama Islam, umumnya berjilbab sehingga rambutnya tidak terlihat (dikonde). Kalau saya memakai lambu yang kesemuanya dimasukkan ke dalam lawo, maka lambu-nya tidak terlihat kalau difoto.


Baca Juga: Mengintip Cantiknya Ekoleta



L A W O


Mari bicara tentang lawo. Lawo merupakan sarung tenun ikat yang terdiri dari banyak jenis. Jadi, nama sarung tenun ikat dari Kabupaten Ende itu macam-macam? Iya, betul sekali. Bahkan, jenis tenun ikat dari dua suku ini pun berbeda. Misalnya lawo Jara itu hanya ada di Suku Lio, beda dengan suku Ende yang kebanyakan memakai zawo Mangga. Tapi untuk urusan kebanggaan, lawo Kembo adalah lawo termahal yang selalu diburu untuk acara-acara besar karena Kembo dibikin menggunakan bahan-bahan alami seperti mengkudu dan taru. Video tentang Tenun Ikat Karya Jenius dari Ende dapat kalian lihat di bawah ini:




Video tersebut saya bikin untuk mengikuti sebuah lomba, tapi tidak menang, ya tidak apa-apa hahaha. Pengeditannya pun dulu masih pakai Ulead, jadi hasilnya tidak HD apalagi 4K. Mohon maaf.


Lawo juga termasuk bahan yang paling enak dipakai untuk tidur. Hangatnya bikin nyaman. Pergi ke manapun, saya selalu membawa satu lawo untuk dipakai tidur. 


L A M B U


Lambu berbentuk seperti Baju Bodo dari Suku Bugis. Modelnya sangat sederhana, berbentuk segi empat, dengan empat lubang untuk badan, kepala, dan kedua tangan. Semakin ke sini, semakin banyak modifikasi lambu ini. Contohnya untuk baju pernikahan, biasanya akan dibikin lebih panjang pada bagian belakang. Bisa kalian lihat pada lambu yang saya pakai berikut ini:



Aslinya, dulu, lambu ini berwarna hitam saja, tapi seiring dengan perkembangan zaman, warna dan motif apa pun boleh. Bahkan di toko-toko pakaian, bahan lambu sudah dijual khusus. Tinggal pergi ke toko dan bilang, "Mau beli bahan untuk baju Ende." Maka penjaga toko langsung mengajak kalian memilih kain yang sudah dipotong untuk ukuran lambu/zambu dengan berbagai warna dan motif. Dari toko tinggal mengantar bahan lambu tersebut ke penjahit.



Memakai lambu boleh dikeluarkan semuanya seperti yang saya pakai pada gambar di atas, boleh dikeluarkan bagian belakangnya, boleh juga dimasukkan semuanya ke dalam lawo.


Keluarga Bata, minus Kakek Arnoldus Bata. Nene Sisi (paling depan-tengah), dan Mamatua, mengenakan lawo lambu.

Lawo Lambu | Zawo Zambu telah menjadi pakaian tradisional kebanggan kami, kaum perempuan dari Kabupaten Ende. Rasanya senang sekali bila berkesempatan memakainya. Bahkan di acara-acara pesta di kota pun ada yang memakainya:




Kalau yang ini, saya doooonk foto bareng Bupati dan Wakil Bupati Ende, Bapak Marsel Petu dan Bapak H. Djafar Ahmad:



Kalau soal filosofi, saya pikir filosofi yang paling dalam maknanya itu ada pada lawo/zawo (sarung tenun ikat untuk laki-laki disebut Ragi Mite; satu-satunya untuk laki-laki). Makna lawo/zawo terletak pada motif tenunannya itu sendiri. Lengkapnya bisa dilihat pada video di atas. Menulis ragam jenis sarung tenun ikat atau lawo/zawo asal Kabupaten Ende, tidak akan cukup satu pos saja. Banyak yang harus dibahas mulai dari proses pembuatan, pengikatan, motif yang dipilih, lamanya waktu menenun (senda/seda), sampai pada filosofi setiap motifnya. Insha Allah saya bakal menulisnya jika sudah meriset *cieee* lebih dalam hehe.


Lawo Lambu yang sudah dimodifikasi oleh Rikyn Radja.


Baca Juga: Si Kembar Kolibari dan Kezimara

Terakhir, semoga pos ini dapat memenuhi rasa ingin tahu Pak Martin tentang pakaian adat/tradisional untuk perempuan di Kabupaten Ende.



Cheers.

Comments

Popular Posts