Ini Dia Alu Ndene yang Disebut Pizza Ende
Penampakan alu ndene. Mohon maaf, ada link blog saya yang lain, karena foto ini pernah dipakai untuk dipos di Facebook. Butuh tanda air supaya tidak dibajak hahaha.
Hai hai, sesuai dengan janji saya setelah menulis tentang wa'ai ndota, saatnya saya menulis tentang alu ndene. Keduanya merupakan makanan khas Suku Ende, salah satu suku yang mendiami Kabupaten Ende. Suku lainnya yaitu Suku Lio. Kalau membaca pos wa'ai ndota (ubi cincang) sebagai makanan pokok pengganti nasi, kalian pasti sudah tahu bahwa air perasan wa'ai ndota tersebut ditampung dalam wadah terpisah. Setelah diendapkan, air bagian atas yang sudah membening dibuang, dan sari patinya atau endapannya tersebut dipakai sebagai bahan utama membikin alu ndene atau disebut pizza-nya Orang Ende.
Baca Juga : Wajah Baru Pelabuhan Ippi
Endapan tersebut dapat langsung dipakai atau dijemur terlebih dahulu untuk dijadikan tepung tapioka ubi. Bagaimana cara membuat alu ndene?
Caranya; tepung tapioka ubi tersebut dicampur air/santan dan bahan perasa lain sesuai selera, menjadi adonan yang bisa dipanggang langsung di atas penggorengan/wajan. Bukan di oven loh! Hasil alu ndene yang diangkat dari penggorengan dapat dilihat pada gambar di awal pos. Berbentuk bundar kan, kayak pizza. Hahaha. Ada bermacam alu ndene yang pernah saya makan:
1. Alu Ndene dan Sambal
Pertama kali makan alu ndene dicocol sambal jeruk nipis. Waktu itu masih SD hahaha. Bolos sekolah, malah main di pantai dan makan alu ndene di rumah orangtua Ka'e (Kakak) Dullah, kakak ipar saya. Alu ndene yang dicocol sambal atau dimakan bersama sambal ini adonannya ditambahkan sedikit garam agar gurih. Tapi tidak ditambahkan garam pun tidak apa-apa kok. Sambalnya boleh sambal jeruk nipis atau sambal ikan seperti pada gambar berikut:
Enak?
Ya enak doooonk. Hehe.
2. Alu Ndene Pisang
Kaharudin Ibrahim adalah sahabat saya yang tinggal di tepi Pantai Ndao. Kalau ada yang membikin wa'ai ndota (keluarganya atau tetangganya), Mama si Kahar pasti bikin alu ndene. Bahan alu ndene untuk jenis yang ini dicampur gula dan pisang. Dan khusus alu ndene pisang ini paling enak dimakan saat masih panas!
Yang kiri alu ndene pisang, yang kanan alu ndene gula cair.
3. Alu Ndene Gula Cair
Inilah alu ndene yang umum dijual di Rumah Makan Khalilah, rumah makan khas makanan Ende. Jadi, alu ndene yang sudah dimasak seperti gambar pada awal pos itu, ditaburi gula merah parut lantas digulung. Karena masih panas, gula merahnya bakal mencair hehe. Rasanya enaaaak banget!
Alu ndene, kudapan yang kata saya turunan wa'ai ndota ini paling enak dinikmati bersama secangkir kopi tanpa gula.
Baca Juga : Pemburu Sunset; Dermaga Perikanan Ende
Another alu ndene.
Saat ini, tidak setiap hari masyarakat membikin alu ndene. Beberapa waktu lalu saya mendapat kiriman lima keping alu ndene manis dari camer di Kolibari hehe. Itu pun karena ada tetangga di sana yang bikin wa'ai ndota. Tapi jangan kuatir, kalian pasti bisa menikmati alu ndene di Rumah Makan Khalilah. Setiap hari selalu tersedia alu ndene di sana karena mereka juga setiap hari menjual wa'ai ndota selain nasi kacang merah serta menu-menu menggigit lidah lainnya. Harga alu ndene dipatok sekitar Rp 10K - 15K. Murah meriah dan enak.
Apakah hanya itu makanan khas Suku Ende? Tentu tidak. Masih banyak makanan khas lainnya seperti dodol Pulau Ende dan kue rambut. Tekstur dodol Pulau Ende ini lebih berminyak dan bisa bertahan cukup lama apalagi bila disimpan di kulkas. Tapi memang paling enak dimakan saat selesai dibikin; kenyal, lembut, gurih, tapi jangan banyak-banyak nanti eneg. Hehe.
Awas ngiler!
Sampai ketemu di pos lain, masih di blog travel yang sederhana ini, karena traveling the world start from your own home town.
Cheers.
Comments
Post a Comment